Beberapa minggu belakangan, dan tentu beberapa minggu kedepan, banyak perusahaan yang meminta karyawannya untuk bekerja di rumah sebagai tindakan pencegahan Covid-19. Manfaat kesehatan dalam hal terhindar dari pandemi memang terasa. Tetapi, ada bayang-bayang kesehatan mental yang terganggu akibat burnout saat work from home.
Anjuran social distancing selama Covid-19 ini menyebabkan menurunnya kesehatan mental akibat isolasi, membaurnya ranah personal dan profesional dan jam kerja “fleksibel” saat bekerja di rumah justru lebih banyak dari pada saat di kantor.
Jika ketiga faktor tersebut digabungkan, kemungkinan besar pekerja bisa merasa cemas, sedih, lelah, frustasi, dan bosan selama masa karantina. Belum lagi ditambah dengan kecemasan karena kesehatan yang terancam, pemutusan kerja, dan ketidakpastian akibat wabah ini.
Burnout dapat terjadi pada siapa saja yang mengalami stress berkepanjangan. Masalah ini disebabkan oleh sedikit atau tidak adanya kontrol seseorang atas ranah eksternalnya.
Burnout memiliki tiga komponen: kelelahan dan merasa hilang kontrol, sinisme terhadap pekerjaan, dan produktivitas yang menurun baik di rumah maupun kantor. Anda harus waspada jika merasakan gejala seperti ini karena dampak burnout yang berkepanjangan sangat berbahaya.
Berikut adalah tanda-tanda burnout saat work from home yang harus diwaspadai:
Saat situasi “normal”, Anda bekerja di kantor dan istirahat di rumah. Dengan berpadunya kedua ruang ini, Anda kesulitan memisahkan keduanya dan malah bekerja terus-menerus. Anda bisa kelelahan dan jadi tidak memperhatikan kondisi kesehatan Anda.
Awalnya Anda merasa senang karena bisa bekerja di rumah, jadi Anda terlalu bersemangat saat kerja hingga mencapai titik jenuh. Akhirnya Anda letih dan malah menunda pekerjaan karena butuh istirahat. Anda tidak bisa menyusun rencana bahkan untuk jangka pendek dan merasa gagal.
Saat ada masalah di kantor, Anda memiliki rekan kerja untuk berbagi dan membantu memberikan solusi. Tapi, ketika masalah muncul saat Anda di rumah, Anda merasa sangat frustasi dan cemas karena harus menanggung beban ini sendiri.
Kita sering membandingkan diri dengan rekan kerja, termasuk saat bekerja di rumah. Jika Anda merasa rekan kerja yang lain lebih bekerja keras dan lebih lama, sehingga merasa harus bekerja melampaui mereka, Anda sudah mengalami burnout.
Aktivitas saat WFH dipeneuhi dengan telepon atau panggilan video untuk memastikan satu atau banyak hal. Tetapi karena Anda sudah merasa lelah, bosan, dan tidak tahu harus melakukan apa lagi, Anda mencari-cari kesempatan untuk melakukan meeting. Padahal, mungkin saja Anda dan rekan kerja yang lain memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.
Perusahaan dapat membantu karyawan tetap sehat secara mental dengan menetapkan jam kerja yang sesuai sambil terus memantau produktivitas mereka melalui sistem kolaborasi internal. Cara ini bisa mencegah karyawan bekerja lebih atau kurang dari jam seharusnya.
Sementara itu, ada beberapa cara lain yang bisa dilakukan karyawan secara individu untuk mencegah burnout seperti:
Burnout saat work from home sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, jangan terlena dengan “kebebasan” atau “fleksibilitas” bekerja di rumah karena jika tidak dikontrol, Anda akan terlalu bersemangat saat kerja hingga kelelahan. Rumah bisa menjadi ruang yang toksik jika Anda tidak bisa memisahkan ranah personal dan ranah profesional dengan baik.